Pages

sociabuzz

How about this ?

Selasa, 10 Januari 2012

Abadikah Semua Ini ?


Abadikah Semua Ini ?

            Memekik jatuh dari kaki langit. Serasa badan ini remuk tanpa nyawa. Mencoba untuk mengadu pada tanah merah yang menggumpal di hadapku, tapi dia tak mau menjawabku. Mencoba mengadu pada sang induk, tapi dia pun tak ingin mendengarnya. Berlari mengadu sakit dan meminta obat pada sang ilalang, tapi hanya mendapat tarian beku penuh teka-teki. Adilkah hidup ini untuk gadis terbuang ini?


10101994

            “Ausea, coba kamu kerjakan soal  yang ibu tulis di depan.” Hentakan penggaris yang ditemani suara seorang wanita paruh baya itu ternyata mampu membuat bulu kudukku berdiri karena takut. Untuk menolak karena tak bisa itu suatu hal yang memalukan bagiku. Tapi aku sama sekali tak memperhatikan satu pun rangakaian pelajaran yang telah dijelaskan panjang lebar itu. Fikiranku mengembara jauh, jauh dan sangat jauh.
            “Maaf bu, Uci tadi tidak konsentrasi. Uci tidak bisa bu.” Aku berani bilang tidak bisa, dan tak mengerti.
“Memalukan, kemana saja kamu sampai soal segampang ini tidak bisa kamu jawab. Benar-benar  keterlaluan kamu Ci.” Sahut guru yang sebenarnya seorang guru yang sangat menyebalkan bagiku itu.
            “Teett….tteeet….” suara bel istirahat itu menyelamatkanku dari omelan beliau. Waktu serasa berjalan dengan lamaban. Aku ingin segera pulang dan mengakhiri kegiatan monotonku di sekolah.
            “Kamu kenapa Ci, tumben murung seperti ini?” kembali imajiku dipatahakan oleh suara seorang gadis.
            “Eh... sena. Aku tak apa-apa. Cuma tak enak badan saja.” Dia meraba jidat dan leherku. Mencoba memastikan aku sakit atau tidak.
            “Tidak panas kok. Kamu nyembunyiin sesuatu kan dari aku Ci?”
            “Sudahlah, tak usah di bahas lagi. Tak penting juga kok.”

10101994

            “Kamu tuh yang tak becus mengurus anakmu sendiri. Mama macam apa kamu, ngurus anak satu saja repot.” Suara itu lagi, mereka pasti ribut lagi. Hhh...
            “Bli, kamu sendiri memangnya becus mengurus Ausea? Kamu jarang dirumah, selalu sibuk, sibuk dan hanya ada kata sibuk. Kamu kira aku juga tak sibuk? Aku punya pasien-pasien yang harus aku tolong di rumah sakit. Lalu kamu apa?” dibalas lagi oleh teriakan yang lain.
            “Heh, kamu harusnya bangga punya suami seorang wakil rakyat. Tanpa kamu menjadi Dokter pun hidup Ausea sudah terjamin.”
            “Allaahh… aku begini untuk Ausea, untuk masa depan anakku. Tahu apa kamu soal mendidik anak.”
            “Diam kalian berdua. Kalau hanya karena aku kalian terus ribut lebih baik aku keluar dari rumah ini.” Teriakanku cukup membuat mereka diam sesaat. Aku berlari, tak sanggup aku hidup di istana yang megah tapi penuh dengan kebencian.
            “Lihat kan? Itu gara-gara kamu yang tak mau mengalah.”
            “Ehh... itu salah kamu juga.”
            “Aaahh.... capek aku ngadepin istri yang tak tahu ngurus anak seperti kamu.” Derak langkah kaki itu sepertinya semakin menjauh. Tak lama setelah itu terdengar suara tangis seorang wanita. Inikah yang namanya hidup? Harusnya aku bahagia hidup di dalam sangkar emas dengan semua keinginan terpenuhi hanya dengan menjentikkan jari saja. Lain halnya dengan gelandangan dijalanan, mereka terlihat hidup dengan bebas, tanpa ada sedikitpun beban yang mereka rasa. Aku jenuh dengan semua ini. Aku ingin pergi dan terlepas dari sangkar emas yang mebelengguku di atas tungku kebencian. Pelarianku satu-satunya hanya diskotik, café dan club-club malam lainnya. Aku mencari hiburan, mencari kesenangan sesaat. Walau orang-orang telah memberiku teori labeling dan memandangku sebelah mata, but it’s me. It’s my life and it’s my style for my life. Hingga akhirnya aku bertemu dengan seorang yang mampu merubah pola fikir dan hidupku. Adit. Dia cukup bisa membuatku berubah.

10101994

            “Sayang, jalan yuk. Aku kangen banget nih sama kamu.” Suara yang cukup membuat luluh.
            “Ya sudah. Aku siap-siap dulu.”
            “Tapi aku lagi bokek sayang. Mau kan bayarin aku?” dengan nada memelas.
            “Hhh… ya sudah.”
            “Makasii sayang. Love you.” Tiit. Dia mengakhiri pembicaraan kami. Sebenarnya aku bingung dengan Adit. Apa sih maunya dia. Tapi aku suka dengannya karena dia mampu membuatku melupakan masalahku dan merubah pola fikirku tentang broken home dan segala tetek bengeknya. Dia mengajariku menikmati hidup yang hanya sekali ini. Memberiku lembaran dan warna baru. Aku mampu melupakan minuman beralkohol, melupakan asap pahit yang keluar dari mulut setelah kuhirup sebatang rokok. Mampu membuat aku berhenti menyuntik diriku dengan cairan shabu. Dan sayatan-sayatan luka di pergelangan tangan. Hidupku berubah. Aku mau berubah demi Adit. Segalanya akan aku lakukan demi dia. Apapun milikku, itu juga adalah milik dia.
            Lama aku menjalin hubungan dengan Adit. Telah lama juga ayah dan ibuku pisah rumah. Aku sudah tak terurus lagi. Tanpa ada satupun dari kedua orang tuaku yang memberiku kasih sayang. Mereka hanya menimbun hidupku dengan materi dan materi. Yang ada di fikiran mereka hanya materi, harta dan kekuasaan. Tapi Adit, memberiku kasih sayang yang aku butuhkan. Walau kadang aku berfikir dia seperti memaksakan dirinya ada untukku.

10101994

            “Ausea, kamu masih pacaran sama Adit?” Sena datang dan mengangetkanku.
            “Masih, memangnya kenapa Sen?”
            “Ya, nggak kenapa-kenapa kok. Cuma mastiin aja kamu baik-baik saja dan belum sakit hati.” Lontaran kata-kata Sena membuatku sedikit memutar otakku. Mencoba mencari sendiri kira-kira apa jawaban dibalik kata-kata yang di ucapka sena tadi. Tapi tetap tak kutemukan. Hingga akhirnya sena berkata lagi:
            “Aku mau kamu jangan terlalu berharap banyak pada Adit Ci. Aku ini sahabat kamu. Aku tak mau kamu menyesal setelah semua pengorbanan yang kamu berikan untuk Adit.”
            “Maksud kamu apa?”
            “Kemarin aku lihat Adit jalan sama seorang cewek. Dan aku ikuti dia. Kamu tahu kan apa yang mereka lakukan? “
            “Apa?”
            “Adit pacaran sama kamu hanya karena kekuasaan ayah kamu dan kesuksesan mama kamu. Dia sudah merencanakan ini dengan pacarnya. Dan kamu tahu siapa pacar Adit yang aku maksud. Dia Lisa. Orang yang tak akan pernah menjadi teman baik kita.” Bagai disambar petir aku mendengar kata-kata yang terlontar begitu saja dari mulut Sena. Marah, tak percaya, sedih, bingung dan rasa sayang yang masih menancap hebat direlungku bercampur menjadi satu. Aku masih tak percaya ini.
            “Aku ingin bukti dan bukan sekedar isapan jempol.” Sergahku.
            “Ya sudah. Aku juga dengar mereka akan bertemu malam ini di Blue Café. Kamu datang saja kesana. Aku Cuma kasian sama kamu Ci.”
            Malam itu……
            Benar saja mereka bertemu disana. Aku awasi tingkah laku mereka dan hingga aku mendengar sebuah kenyataan pahit.
            “Ausea sudah memberiku credit card ini. Jadi kamu bisa belanja sepuas kamu. Dan kita bisa bebas menggunakan fasilitas yang Ausea berikan padaku. Ha..haa..haa..” itu suatu tanda, mereka merasa diri mereka menang. Aku hampiri meja mereka. Aku rampas credit card yang aku berikan untuk Adit. Dan tak lupa satu adegan yang sering aku tonton di film-film, ku siram Adit dengan minuman yang ada di depannya.
            “Ini bukan hakmu lagi sayang. Dan mulai sekarang kita sudah tak punya hubungan apa-apa lagi. Kamu baik-baik ya sama cewek genit dan matrealistis ini. Bye…” ucapaku sembari pergi meninggalkan mereka. Walau nada suaraku terdengar seperti orang senang, tapi jauh direlungku aku merasakan sakit yang teramat dalam. Hatiku seperti tersayat pisau yang kubuat sendiri. Inikah balasan atas kebaikanku? Inikah balasan atas pengorbananku yang aku berikan padanya selama ini? Hidup sungguh tak adil bagi seorang gadis seperti aku. Seorang gadis yang tak pernah merasakan hangatnya keluarga dan kasih sayang dari keluarga. Aku lelah. Aku ingin hidupku kembali seperti dulu. Dan kalian tahu apa pelarianku kan? Ya, kesenangan sesaat dengan alkohol dan obat-obatan terlarang. Dan tak satupun orang yang bisa merubahku lagi, sekalipun cinta itu datang dengan ketulusan. Aku jalani hidup dengan gayaku dan dengan caraku
sendiri. It’s Me And It’s My Style For My Life.

By : Adis Jerry

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bli Wayan. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com